Etika Bisnis
Dalam melakukan bisnis di
perlukan aturan-aturan yang sifatnya normatif, yang bertujuan untuk melindungi
kedua pihak yang berbisnis. Salah satunya adalah etika dalam berbisnis,
walaupun etika dalam berbisnis ini tidak seluruhnya tertulis di undang-undang,
tapi etika ini sangat urgent dalam praktik bisnis.
Dalam berbisnis bukan hanya
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya, tapi ada yang lebih penting yaitu
kita harus mempertahankan bisnis supaya tetap berjalan lancar, salah satunya
menjaga hubungan dengan relasi bisnis supaya bisnis tidak terputus, yaitu
dengan cara bersikap jujur, tidak mendzolimi, dan tidak melakukan penipuan. Apa
yang terjadi ketika ada yang melanggar etika bisnis? dampaknya adalah ketidak
percayaan dari relasi bisnis atau konsumen sehingga akan mematikan bisnis itu
sendiri.
Etika Promosi
Promosi obat
merupakan hal yang sangat sah. Namun, tentu saja harus didukung oleh bukti
ilmiah yang baik. Penelitian yang dilakukan dengan kaidah-kaidah ilmiah yang
baik tentu akan lebih dipercaya. Pada saat promosi sebuah produk farmasi maka
seharusnya seorang duta farmasi memberikan informasi yang beanr.
Sudah
sepatutnya bahwa keinginan untuk memperoleh bonus dan omset yang
sebesar-besarnya tidak dijadikan sebagai dasar pemberian informasi. Tanggung
jawab tentu saja tidak semata-mata ditanggung oleh para duta farmasi. Pada
umumnya ada proses pelatihan yang sistematis sebelum duta farmasi dipercaya
untuk mempromosikan obat. Proses ini tentu pula harus dibenahi.
Para dokter tentu juga harus bersikap bijak dan kritis.
Informasi yang diberikan oleh para duta farmasi (medical representatives) harus
ditelaah secara kritis. Para dokter
seyogyanyalah mengacu pada sumber-sumber informasi yang lebih dapat
dipertanggunjawabkan.
Para dokter tentu harus mau terus memperbaharui diri dengan
membaca artikel kedokteran terbaru, menghadiri kongres-kongres perhimpunan
dokter, dan mengikuti guideline-guideline (standar pelayanan medik) yang
terbaik.
Kongres-kongres
perhimpunan pun belum tentu bebas dari kepentingan industri farmasi. Dalam editorial
terbaru di British Medical Journal, Godle (2008) menjelaskan bagaimana
para pembicara (terutama para pakar dari perguruan tinggi) tidak bisa begitu
saja bebas dari pengaruh industri farmasi. Pasti ada iming-iming tertentu dari
perusahaan farmasi untuk lebih menonjolkan produk obatnya dibanding produk obat
lain. Seorang rekan dalam sebuah kongres perhimpunan dokter pernah berkata
"kita ini bingung, untuk penyakit yang sama, beberapa obat diklaim sebagai
yang terbaik, bukankah seharusnya hanya satu yang terbaik?"
Dalam pidato
pengukuhannya sebagai guru besar farmakalogi belum lama ini, Prof dr. Iwan
Dwiprahasto, MSc, PhD mengingatkan bahwa sudah selayaknya para dokter terus
menerus memperbaharui kelimuannya melalui sumber-sumber yang dapat dipercaya.
Profesi yang luhur ini tidaklah sepatutnya dicemari oleh kepentingan bisnis
industri farmasi. Hubungan dokter dan industri farmasi yang bersifat seimbang
dan lebih mengedepankan sisi ilmiah tentu saja diharapkan terus membaik.
Bonus berupa
uang atau jalan-jalan ditengarai diterima oleh sejumlah sangat kecil oknum
untuk suatu target perespan tertentu. Suatu hal yang sangat sulit untuk
dibuktikan. Hal ini akan merugikan pasien yang harus membayar lebih untuk obat
yang seharusnya tidak ia terima. Upaya perbaikan terus menerus harus dilakukan
di masa mendatang.
Seorang guru
penulis pernah mengingatkan penulis "kita (dokter) harus selalu memberikan
obat yang kita pahami benar, keadaan penyakit yang kita tahu benar, pada pasien
yang sebagian besar tidak tahu apa-apa". Peresepan rasional bagi pasien
menjadi tanggung jawab dokter. Pasien telah menyerahkan kepercayaan sepenuhnya
kepada dokter. Sebuah kepercayaan tidaklah seharusnya dicemari oleh kepentingan
bisnis industri.
No comments:
Post a Comment